Amuntai – Ketika Anda berkunjung ke Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), belum lengkap rasanya bila belum mengunjungi obyek wisata Candi Agung Amuntai yang berlokasi di Kelurahan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah, tidak jauh dari pusat kota Amuntai. Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Negara Dipa yang keberadaannya diperkirakan sejaman dengan Kerajaan Majapahit.
Candi Agung Amuntai yang kini dikelola oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata HSU tersebut, dibangun oleh Empu Jatmika yang merupakan pendiri Kerajaan Negara Dipa pada abad XIV. Kerajaan inilah yang kemudian berkembang menjadi Kota Amuntai.
Di Candi Agung Amuntai yang didominasi kayu dan batu ini, ada berbagai situs yang memiliki daya tarik tersendiri karena bernilai historis, seperti museum, pertapaan Pangeran Suryanata, situs Candi Agung, tiang mahligai Putri Junjung Buih, Telaga Berdarah Empu Mandastana, dan Situs Tiang Penjagaan. Situs-situs tersebut hingga kini masih terpelihara dengan baik.
(Foto: Pertapaan Pangeran Suryanata)
Hal tersebut diungkapkan oleh Juru Pelihara Candi Agung Amuntai, Madi, saat ditemui Jum’at (29/9). Selaku Juru Pelihara, pihaknya juga akan terus berupaya untuk menjaga dan melestarikan situs-situs bersejarah yang ada di Candi Agung Amuntai, karena Candi ini merupakan obyek wisata yang memberikan tambahan pendapatan bagi daerah HSU.
“Candi Agung Amuntai tetap mempertahankan situs-situs asli peninggalan sejarah, agar masyarat yang hidup di masa kini dan yang akan datang bisa mengetahui tentang peninggalan-peninggalan sejarah di Kota Amuntai”, ujar Madi.
Jika Anda mengunjungi Candi Agung Amuntai, jangan heran bila tidak menemukan kemegahan seperti candi-candi lain seperti yang ada di pulau Jawa. Namun dibalik kesederhanaanya itu, tersimpan nilai-nilai sejarah yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. (Diskominfo/mahdi)
Kerajaan Kuripan Amuntai berpusat di Amuntai,
Kerajaan Kuripan Amuntai dan kerajaan negara Dipa adalah cikal bakal kerajaan Banjar,
Yang berdiri pada tahun 1520 dan kemudian menjadi Kesultanan Banjar sejak 1526
Kerajaan Negara Dipa berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kuripan Pada mulanya negara Dipa merupakan bawahan kerajaan Kuripan sejak kedatangannnya yang merupakan kerajaan pribumi.,Kerajaan Negara Dipa berakhir dengan berubah nama menjadi Kerajaan Daha
Candi Agung di Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan Kuripan,
Candi Agung, Candi di Kalimantan yang Berasal dari 750 Masehi
Penulis Direktorat Pelindungan Kebudayaan -8 Januari 2016
Candi Agung berada di Desa Sungai Malang, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan. Dengan koordinat Terletak sekitar 200 km dari Banjarmasin atau sekitar 4-5 jam dengan kendaraan darat. Ditemukan pada 1962 ketika Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara meratakan tanah untuk dijadikan jalan dan perluasan kota ke arah barat. Keadaan permukaan tanah situs pada umumnya datar. Lokasinya dikelilingi oleh tiga batang sungai, yaitu sungai Tabalong, Sungai Balangan dan Sungai Negara. Semua sungai itu bermuara di Sungai Barito. Di dekat sungai terdapat sungai buatan yang bermuara di Sungai Negara.
Ketika membuka hutan dan meratakan tanah bukit yang dianggap keramat pada 1962, muncullah benda-benda tinggalan budaya masa lampau yang berupa fragmen sepasang kaki yang oleh penduduk disebut “sepatu raksasa”, dan fragmen lapik (?) teratai yang dibuat dari batu alam. Fragmen sepasang kaki tersebut, sekarang disimpang di rumah ada Banjar di Taman Mini Indonesia Indah.
Menurut sejarah lokal yang lebih tepat disebut cerita rakyat, Candi Agung merupakan peninggalan Kerajaan Negaradipa Khuripan yang dibangun oleh Empu Jatmika abad ke-14 Masehi. Dari kerajaan tersebut akhirnya melahirkan Kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin. Menurut cerita, Kerajaan Hindu Negaradipa berdiri pada 1438 di persimpangan tiga aliran sungai, yaitu Sungai Tabalong, Balangan dan Nagara.
Pada 1967 dilakukan penelitian arkeologi di Situs Candi Agung oleh tim kerja sama Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil ekskavasi berupa struktur tembok/fondasi bangunan berukuran 7 x 7 meter, fragmen kepala kala dari terakota, lapik padma dalam bentuk utuh dan fragmen, hiasan bangunan yang berbentuk antefiks, bata, manik-manik dari bahan tanah liat bakar, dan pecahanpecahan tembikar serta keramik. Ditemukan juga lima periuk, di antaranya berisi sisa abu, tulang, manik-manik, dan tanah.
Suatu keistimewaan jika dibandingkan dengan candi atau Stupa dari daerah lain di Indonesia, bangunan Candi Agung itu rupanya dibangun di atas tanah rawa yang diurug. Melihat sisa undakan, sepertinya bangunan candi ini menghadap arah tenggara. Sebelum diurug terlebih dahulu diberi tiang pancang dari kayu ulin. Setelah cukup kuat tanah urugannya, barulah dibuat konstruksi bangunannya. Keseluruhan bangunan dibuat dari bahan bata, dan hiasannya dibuat dari terrakota. Material lainnya berupa kayu ulin yang dipakai sebagai fondasi yang ditancapkan ke tanah rawa.
Penelitian terhadap Candi Agung dilakukan kembali pada 1997 oleh Balai Arkeologi Banjarmasin. Pada penelitian ini dilakukan analisis radiokarbon C-14 terhadap sampel kayu ulin yang tertancap di halaman kerikil Candi Agung. Hasil analisis tersebut didapatkan bahwa Candi Agung berasal dari 750 Masehi atau abad ke-8 M. Hasil penanggalan ini lebih tua enam abad daripada usia berdasarkan cerita rakyat (abad ke-14 M).
Sumber:
Utomo, Bambang Budi, 2014, “Candi Agung” dalam Wiwin Djuwita Sudjana Ramelan (ed.) Candi Indonesia Seri Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa, Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hlm. 188–190